Sabtu, 24 Mei 2014

TPA Banjaran, Desa Banjaran, Kec. Bojongsari Purbalingga

TPA BANJARAN SATU DARI SEKIAN MASALAH LINGKUNGAN DI PURBALINGGA

Kondisi Kabupaten Purbalingga


Gambar 1. Peta Kabupaten Purbalingga

Purbalingga adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang letak geografisnya berada pada 101°11" BT - 109°35" BT dan 7°10" LS - 7°29 LS" terbentang pada altitude ± 40 – 1.500 meter diatas permukaan laut. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Pemalang di sebelah utara, Kabupaten Banjarnegara di sebelah timur dan selatan, serta Kabupaten Banyumas di sebelah barat dan selatan. Ibu kotanya adalah Purbalingga. Purbalingga memiliki luas wilayah 777,64 km2 yang terbagi menjadi 18 kecamatan dan didiami oleh sebanyak 848.952 jiwa (SP2010). Di Purbalingga sendiri banyak berdiam industri dalam skala besar seperti PT Boyang, PT Indokores, PT Royal Korindah, PT Sunc Chang Indonesia, PT Sinhan Creatindo, PT Yuro Mustika, PT Midas Indonesia, PT Hyup Sung dan lainnya, dimana industri-industri ini beroperasi dengan mengolah bahan baku rambut manusia untuk dijadikan bulu mata palsu (eye-lash), wig atau rambut palsu, sanggul serta hair piece yang digunakan sebagai tambahan rambut manusia.
Sebenarnya letak Kabupaten Purbalingga adalah strategis. Wilayahnya berada di cekungan yang diapit beberapa rangkaian pegunungan, yaitu di sebelah utara merupakan rangkaian pegunungan Gunung Slamet dan Dataran Tinggi Dieng. Di sebelah selatan merupakan Depresi Serayu, yang dialiri dua sungai besar yaitu Kali Serayu dan anak sungainya, dan Kali Pekacangan yang air sungainya selalu mengalir walaupun musim kemarau. Dengan kondisi wilayah yang demikian, tak heran Purbalingga menjadi wilayah yang subur untuk pertanian.
Dengan banyaknya industri, kepadatan penduduk disertai dengan pembangunan daerah yang cepat pasti akan menimbulkan banyak masalah di berbagai bidang, salah satunya adalah lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup yang sering ditemui bisa berupa pencemaran sungai, berkurangnya green area seperti sawah, kebun dan area hijau lainnya yang beralih fungsi menjadi komplek perumahan elit, sampah dari aktivitas manusia serta pencemaran udara akibat bertambahnya kendaraan bermotor sebagai penghasil gas emisi dari pembakaran bahan bakar minyak serta asap hasil pembakaran proses produksi pabrik-pabrik.

Masalah lingkungan di Kabupaten Purbalingga

Gambar 2. Kondisi TPA Banjaran

Pemerintah Kabupaten Purbalingga sekarang ini sedang menghadapi masalah yang dalam level yang serius yang berkaitan dengan sampah. Masalah mengenai TPA Banjaran di Kecamatan Bojongsari Purbalingga telah menjadi topik utama dan pekerjaan rumah yang besar untuk pemerintah Kabupaten Purbalingga. Pemerintah daerah Purbalingga telah mengalokasikan APBD tahun 2014 sebesar Rp 190 juta untuk mengatasi masalah tersebut. Masalah TPA Banjaran muncul atas keluhan dan protes warga sekitar TPA berkaitan dengan pencemaran tanah dan air akibat keberadaan TPA Banjaran.
TPA Banjaran merupakan tempat pembuangan akhir untuk sampah-sampah dari kota Purbalingga. TPA ini dibangun pada tahun 1993-an dan telah beroperasi selama 20 tahun. Selama itu pula, warga Desa Banjaran dirugikan akibat pencemaran dari TPA ini. Pembangunan TPA ini sangat minim sosialisai kepada masyarakat sekitar bahkan pihak desa pun tidak tahu menahu mengenai dokumen yang berkaitan dengan perjanjian pembangunan TPA di desa tersebut, begitulah yang dituturkan oleh Bapak Mu’azah Sariman, salah satu warga Desa Banjaran. Bapak Bardimin selaku kepala Desa Banjaran tahun 1989-1998 juga mengatakan bahwa pada awalnya TPA ini hanya dioperasikan sesuai dengan perjanjian kontrak selama 10 tahun. Kontrak itu dilakukan antara pemkab dan seorang warga Desa Patemon yang memiliki tanah di Desa Banjar. Pada awal muncul berita akan didirikan TPA tersebut, warga Banjaran setuju saja karena belum berpikiran hingga dampak yang akan ditimbulkan dari adanya TPA di wilayahnya. Warga Banjaran semula hanya berpikir dengan adanya TPA maka Desa Banjaran akan memiliki akses jalan yang lebih baik.
Kini, warga Banjaran tengah memperjuangkan agar TPA ditutup dan dipindah ke lokasi lain. Setelah sekian lama beroperasi, TPA Banjaran banyak menimbulkan masalah bagi warga sekitar TPA. Warga Banjaran tidak bisa menggunakan air bersih dari sumur dan dari mata air di dekat sungai untuk kegiatan sehari-hari karena airnya sudah tercemar. Selain itu, warga juga mengeluhkan pencemaran udara. Pasalnya sampah yang dibuang di TPA tersebut menimbulkan bau dan gas yang tidak sedap serta menusuk hidung. Dalam radius 200 meter pun baunya masih sangat menyengat. Hal itu membawa dampak bagi warga setempat. Sebagian besar warga ikut terserang penyakit, seperti batuk dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Bahkan pernah terjadi juga insiden pingsannya siswa SD yang hendak berangkat ke sekolah ketika melewati area TPA tersebut.
TPA Banjaran diprotes warga karena telah mencemari lingkungan karena pengelolaan sampah di TPA ini sudah tidak berjalan bagaimana mestinya. Pengelolaan sampah melalui sanitary landfill juga sudah tidak dilakukan. Akibatnya bau dan gas yang tidak sedap menyebar kemana-mana dan mengganggu lingkungan. Banyak warga yang tidak nyaman dengan bau tak sedap itu, dari pagi hingga malam hari. Bahkan jika angin berhembus, maka bau dan gas dari TPA bisa menyebar hingga radius satu kilometer.
Warga Banjaran sebenarnya sudah sejak lama mendesak pemkab Purbalingga untuk menutup TPA tersebut. Dan tanggapan dari pemkab melalui sekda Purbalingga Imam Subijakto mengatakan bahwa pihak pemerintah tidak akan terburu-buru menyetujui usulan warga untuk menutup TPA Banjaran. Dan menurut Kepala BLH Kabupaten Purbalingga juga tidak bisa asal memindahkan TPA, tetapi harus melalui kajian dan lainnya. Yang menjadi pertimbangan adalah jika TPA harus direlokasi, tentunya akan memakan biaya dan waktu yang lebih lama. Melalui kajian nanti akan ditentukan, apakah TPA Banjaran layak ditutup atau tidak. Berkaitan dengan hal itu, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purbalingga telah membentuk tim yang akan mengkaji mengenai keberadaan TPA sampah yang ada di Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari.
Tim teknis untuk kajian nantinya akan melibatkan lintas sektoral dan masyarakat. Untuk lintas sektor akan terdiri dari BLH, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda Kabupaten Purbalingga. Sedangkan dari unsur masyarakat akan melibatkan Camat Bojongsari, Kades Banjaran, Ketua LKMD Desa Banjaran dan Ketua BPD Desa Banjaran. Dalam proses untuk melakukan kajian, BLH terlebih dulu membuat dokumen kontrak dengan pihak pemenang lelang yaitu CV Mahottama dari Semarang dengan tawaran lelang Rp 171 juta. Pelaksanaan kajian bisa dilakukan setelah kontrak ditandatangani dan ditargetkan Waktu untuk pengerjaan selama 150 hari, lebih cepat lebih baik, tapi hasilnya bagus.
Perjuangan warga Banjaran juga didukung oleh anak-anak komunitas film Purbalingga yang bernama Cinema Lovers Community (CLC). Masalah mengenai TPA ini dibuat menjadi sebuah film dokumenter oleh komunitas ini dengan judul “Banjaran Menolak Sampah”. Film dokumenter ini sempat ditontonkan kepada warga Banjaran dalam acara peringatan hari ulang tahun Purbalingga ke-183 Sabtu malam (28/12). Melalui film ini, komunitas pecinta film Purbalingga berusaha mengawal perjuangan warga Desa Banjaran dalam menolak keberadaan TPA yang tidak pernah dikelola dengan baik. Bahkan film ini juga berhasil masuk pada Program Pemutaran dan Diskusi serta Program Resistensi di South to South (StoS) Film Festival 2014. StoS Film Festival itu sendiri merupakan festival film dua tahunan yang fokus pada isu lingkungan, sosial, dan budaya.
Berkaitan dengan Adipura, masalah TPA Banjaran ini pula yang menjadi salah satu penyebab Kabupaten Purbalingga gagal masuk verifikasi Adipura Kencana. Pasalnya setelah melihat TPA tersebut tim verifikasi Adipura Kencana belum merekomendasikan Purbalingga masuk tahap verifikasi Adipura Kencana. Seperti diketahui, dari peniaian tim verifikasi, pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Banjaran di Desa Banjaran Kecamatan Bojongsari, Purbalingga itu  belum memenuhi syarat. Untuk dapat masuk tahap verifikasi Adipura Kencana, pengelolaan TPA harus lebih memiliki nilai manfaat bagi masyarakat. Seperti adanya pemanfaatan sampah organik untuk pupuk, pengolahan gas metan untuk konsumsi bahan bakar gas dan listrik bagi masyarakat.
Sempat juga terjadi aksi pemblokadean truk sampah yang akan memasuki TPA dan penyegelan pintu gerbang TPA. Akibat diblokirnya TPA tersebut, truk pengangkut sampah tidak bisa membuang sampah. Truk hanya terparkir di Lapangan Desa Patemon depan Kantor Kecamatan Bojongsari. Dalam sehari truk yang mengangkut sampah ke TPA Banjaran kurang lebih ada 16 truk.  Bayangkan berapa banyaknya sampah di TPA tersebut, padahal dalam mengolah sampah satu truk saja butuh waktu satu minggu. Lalu bagaimana dengan sampah 15 truk lainnya?
Berikut film dokumenter yang dibuat oleh CLC (Cinema Lovers Community)



Semoga masalah TPA Banjaran bisa segera menemukan jalan keluar terbaik yang tidak akan merugikan salah satu pihak.