Kondisi
Kabupaten Purbalingga
Gambar 1. Peta Kabupaten Purbalingga
Purbalingga
adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang letak geografisnya berada
pada 101°11" BT - 109°35" BT dan 7°10" LS - 7°29 LS"
terbentang pada altitude ± 40 – 1.500 meter diatas permukaan laut. Kabupaten
ini berbatasan dengan Kabupaten Pemalang di sebelah utara, Kabupaten
Banjarnegara di sebelah timur dan selatan, serta Kabupaten Banyumas di sebelah barat
dan selatan. Ibu kotanya adalah Purbalingga. Purbalingga memiliki luas wilayah
777,64 km2 yang terbagi menjadi 18 kecamatan dan didiami oleh
sebanyak 848.952 jiwa (SP2010). Di Purbalingga sendiri banyak berdiam industri
dalam skala besar seperti PT Boyang, PT
Indokores, PT
Royal Korindah, PT Sunc Chang Indonesia,
PT Sinhan Creatindo, PT
Yuro Mustika, PT
Midas Indonesia, PT Hyup Sung dan lainnya, dimana
industri-industri ini beroperasi dengan mengolah bahan baku rambut manusia
untuk dijadikan bulu mata palsu (eye-lash),
wig atau rambut palsu, sanggul serta hair
piece yang digunakan sebagai tambahan rambut manusia.
Sebenarnya
letak Kabupaten Purbalingga adalah strategis. Wilayahnya berada di cekungan
yang diapit beberapa rangkaian pegunungan, yaitu di sebelah utara merupakan
rangkaian pegunungan Gunung Slamet dan Dataran Tinggi Dieng. Di sebelah selatan
merupakan Depresi Serayu, yang dialiri dua sungai besar yaitu Kali Serayu dan
anak sungainya, dan Kali Pekacangan yang air sungainya selalu mengalir walaupun
musim kemarau. Dengan kondisi wilayah yang demikian, tak heran Purbalingga
menjadi wilayah yang subur untuk pertanian.
Dengan
banyaknya industri, kepadatan penduduk disertai dengan pembangunan daerah yang
cepat pasti akan menimbulkan banyak masalah di berbagai bidang, salah satunya adalah
lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup yang sering ditemui bisa berupa
pencemaran sungai, berkurangnya green
area seperti sawah, kebun dan area hijau lainnya yang beralih fungsi menjadi
komplek perumahan elit, sampah dari aktivitas manusia serta pencemaran udara
akibat bertambahnya kendaraan bermotor sebagai penghasil gas emisi dari
pembakaran bahan bakar minyak serta asap hasil pembakaran proses produksi
pabrik-pabrik.
Masalah
lingkungan di Kabupaten Purbalingga
Gambar 2. Kondisi TPA Banjaran
Pemerintah
Kabupaten Purbalingga sekarang ini sedang menghadapi masalah yang dalam level yang serius yang berkaitan dengan
sampah. Masalah mengenai TPA Banjaran di Kecamatan Bojongsari Purbalingga telah
menjadi topik utama dan pekerjaan rumah yang besar untuk pemerintah Kabupaten
Purbalingga. Pemerintah daerah Purbalingga telah mengalokasikan
APBD tahun 2014 sebesar Rp 190 juta untuk mengatasi masalah tersebut. Masalah
TPA Banjaran muncul atas keluhan dan protes warga sekitar TPA berkaitan dengan
pencemaran tanah dan air akibat keberadaan TPA Banjaran.
TPA Banjaran merupakan tempat pembuangan
akhir untuk sampah-sampah dari kota Purbalingga. TPA ini dibangun pada tahun
1993-an dan telah beroperasi selama 20 tahun. Selama itu pula,
warga Desa Banjaran dirugikan akibat pencemaran dari TPA ini. Pembangunan TPA
ini sangat minim sosialisai kepada masyarakat sekitar bahkan pihak desa pun
tidak tahu menahu mengenai dokumen yang berkaitan dengan perjanjian pembangunan
TPA di desa tersebut, begitulah yang dituturkan oleh Bapak Mu’azah Sariman,
salah satu warga Desa Banjaran. Bapak Bardimin selaku kepala Desa Banjaran
tahun 1989-1998 juga mengatakan bahwa pada awalnya TPA ini hanya dioperasikan
sesuai dengan perjanjian kontrak selama 10 tahun. Kontrak itu dilakukan antara
pemkab dan seorang warga Desa Patemon yang memiliki tanah di Desa Banjar. Pada
awal muncul berita akan didirikan TPA tersebut, warga Banjaran setuju saja
karena belum berpikiran hingga dampak yang akan ditimbulkan dari adanya TPA di
wilayahnya. Warga Banjaran semula hanya berpikir dengan adanya TPA maka Desa
Banjaran akan memiliki akses jalan yang lebih baik.
Kini,
warga Banjaran tengah memperjuangkan agar TPA ditutup dan dipindah ke lokasi
lain. Setelah sekian lama beroperasi, TPA Banjaran banyak menimbulkan masalah
bagi warga sekitar TPA. Warga Banjaran tidak bisa menggunakan air bersih dari
sumur dan dari mata air di dekat sungai untuk kegiatan sehari-hari karena
airnya sudah tercemar. Selain itu, warga juga mengeluhkan pencemaran udara.
Pasalnya sampah yang dibuang di TPA tersebut menimbulkan bau dan gas yang tidak
sedap serta menusuk hidung. Dalam radius 200 meter pun baunya masih sangat
menyengat. Hal itu membawa dampak bagi warga setempat. Sebagian besar warga
ikut terserang penyakit, seperti batuk dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA). Bahkan pernah terjadi juga insiden pingsannya siswa SD yang hendak
berangkat ke sekolah ketika melewati area TPA tersebut.
TPA Banjaran diprotes warga
karena telah mencemari lingkungan karena pengelolaan sampah di TPA ini sudah
tidak berjalan bagaimana mestinya. Pengelolaan sampah melalui sanitary landfill juga sudah tidak
dilakukan. Akibatnya bau dan gas yang tidak sedap menyebar kemana-mana dan
mengganggu lingkungan. Banyak warga yang tidak nyaman dengan bau tak sedap itu,
dari pagi hingga malam hari. Bahkan jika angin berhembus, maka bau dan gas dari
TPA bisa menyebar hingga radius satu kilometer.
Warga Banjaran sebenarnya
sudah sejak lama mendesak pemkab Purbalingga untuk menutup TPA tersebut. Dan
tanggapan dari pemkab melalui sekda Purbalingga Imam Subijakto mengatakan bahwa
pihak pemerintah tidak akan terburu-buru menyetujui usulan warga untuk menutup TPA
Banjaran.
Dan menurut Kepala BLH Kabupaten
Purbalingga juga tidak bisa asal memindahkan TPA, tetapi
harus melalui kajian dan lainnya. Yang menjadi pertimbangan adalah jika TPA
harus direlokasi, tentunya akan memakan biaya dan waktu yang lebih lama. Melalui kajian nanti akan
ditentukan, apakah TPA Banjaran layak ditutup atau tidak. Berkaitan
dengan hal itu, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purbalingga telah
membentuk tim yang
akan mengkaji mengenai keberadaan TPA sampah yang ada di Desa
Banjaran, Kecamatan Bojongsari.
Tim teknis untuk kajian nantinya
akan melibatkan lintas sektoral dan masyarakat. Untuk lintas sektor akan
terdiri dari BLH, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda Kabupaten
Purbalingga. Sedangkan dari unsur masyarakat akan melibatkan Camat Bojongsari,
Kades Banjaran, Ketua LKMD Desa Banjaran dan Ketua BPD Desa Banjaran. Dalam
proses untuk melakukan kajian, BLH terlebih dulu membuat dokumen kontrak dengan
pihak pemenang lelang yaitu CV Mahottama dari Semarang dengan tawaran lelang Rp
171 juta. Pelaksanaan kajian bisa dilakukan setelah kontrak ditandatangani dan
ditargetkan Waktu untuk pengerjaan selama 150 hari, lebih cepat lebih baik,
tapi hasilnya bagus.
Perjuangan
warga Banjaran juga didukung oleh anak-anak komunitas film Purbalingga yang
bernama Cinema Lovers Community (CLC).
Masalah mengenai TPA ini dibuat menjadi sebuah film dokumenter oleh komunitas
ini dengan judul “Banjaran Menolak Sampah”. Film dokumenter ini sempat
ditontonkan kepada warga Banjaran dalam acara peringatan hari ulang tahun
Purbalingga ke-183 Sabtu malam (28/12). Melalui film ini, komunitas pecinta
film Purbalingga berusaha mengawal perjuangan warga Desa Banjaran dalam menolak
keberadaan TPA yang tidak pernah dikelola dengan baik. Bahkan film ini juga
berhasil masuk pada Program Pemutaran dan Diskusi serta Program Resistensi di South to South (StoS) Film Festival
2014. StoS Film Festival itu sendiri merupakan festival film dua tahunan yang
fokus pada isu lingkungan, sosial, dan budaya.
Berkaitan
dengan Adipura, masalah TPA Banjaran ini pula yang menjadi salah satu penyebab
Kabupaten Purbalingga gagal masuk verifikasi Adipura Kencana. Pasalnya setelah
melihat TPA tersebut tim verifikasi Adipura Kencana belum merekomendasikan
Purbalingga masuk tahap verifikasi Adipura Kencana. Seperti diketahui, dari
peniaian tim verifikasi, pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)
Banjaran di Desa Banjaran Kecamatan Bojongsari, Purbalingga itu belum
memenuhi syarat. Untuk
dapat masuk tahap verifikasi Adipura Kencana, pengelolaan TPA harus lebih
memiliki nilai manfaat bagi masyarakat. Seperti adanya pemanfaatan sampah
organik untuk pupuk, pengolahan gas metan untuk konsumsi bahan bakar gas dan
listrik bagi masyarakat.
Sempat juga terjadi aksi
pemblokadean truk sampah yang akan memasuki TPA dan penyegelan pintu gerbang
TPA. Akibat diblokirnya TPA tersebut, truk pengangkut sampah tidak bisa membuang
sampah. Truk hanya terparkir di Lapangan Desa Patemon depan Kantor Kecamatan
Bojongsari. Dalam sehari
truk yang mengangkut sampah ke TPA Banjaran kurang lebih ada 16 truk. Bayangkan berapa banyaknya sampah di TPA
tersebut, padahal dalam mengolah sampah satu truk saja butuh waktu satu minggu.
Lalu bagaimana dengan sampah 15 truk lainnya?
Berikut film dokumenter yang dibuat oleh CLC (Cinema Lovers Community)
Semoga masalah TPA Banjaran bisa segera menemukan jalan keluar terbaik yang tidak akan merugikan salah satu pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar